Kisah pebasket NBA keturunan Taiwan, Jeremy Lin, yang tiba-tiba jadi bintang pujaan Amerika Serikat dan dunia, sangat inspiratif. Semula ia tak dianggap oleh klub-klub NBA yang dilamarnya. Statusnya sebagai lulusan Harvard (universitas ini hampir tak pernah melahirkan bintang NBA) dan juga sebagai keturanan Asia, tak meyakinkan mereka. Meskipun catatan karier basketnya selama jadi mahasiswa meyakinkan, berlaga di NBA perlu karakter yang berbeda. Hal ini diragukan dimiliki Lin.
Setelah melamar ke sana sini, akhirnya New York Knicks bersedia menerimanya. Itu pun karena para pemain bintang klub ini sedang cedera. Pada 4 Februari 2012 Lin menjalani hari pertama berlaga di NBA. Tak ada yang menyangka kalau ia bisa melakukan hal yang luar biasa. Di pertandingan ini Lin mencetak 25 poin, angka tertinggi yang pernah diraih seorang pemain NBA di laga perdana.
Ternyata itu bukan kebetulan. Pada pertandingan berikutnya ia menjadi pengumpul poin besar bagi Knicks dan membuat sejumlah rekor NBA. Permainannya pada 14 Februari 2012 bahkan mirip dalam film. Ia menjadi penentu kemenangan timnya dengan tembakan tiga angka hanya 0,5 detik sebelum waktu pertandingan habis. Cerita kepahlawanan Lin menundukkan Toronto Raptors ini dikupas di seluruh dunia, termasuk di rapat kabinet Presiden Taiwan, dan briefing Presiden AS Barack Obama dengan stafnya. Sejak saat itu banyak tokoh dunia menjadi pengagumnya, termasuk pengusaha muda pendiri Facebook, Mark Zuckerberg.
Namun yang luput dari perhatian, perjalanan Lin menuju sukses saat ini tidak mudah. Selain ditolak berbagai klub NBA, ia juga dicederai mentalnya dengan sejumlah kasus rasialis. Ia ditolak universitas yang diimpikannya. Bahkan ketika banyak orang mengaguminya sekarang ini, komentar miring masih diterimanya.
Yang pantas dicermati adalah ia tak mengeluh dengan aneka tekanan itu. "Suffering produces character, and character produces hope, and hope does not disappoint us," katanya. Penderitaan menghasilkan karakter, karakter menghasilkan harapan, dan harapan tak pernah mengecewakan kita. Filosofi ini yang membuatnya tetap tegar.
Teman-teman netter yang luar biasa,
Kisah Jeremy Lin itu merupakan salah satu contoh nyata dari apa yang saya bahas pada talkshow Success, Wisdom & Motivation tadi pagi di Sonora Network. Saya membawakan satu kisah ilustrasi "Wortel, Telur, dan Biji Kopi" sebagai benang merah tema yang saya bawakan. Kita bisa jadi apa saja saat menghadapi kesulitan dan rintangan. Kita bisa lunak seperti wortel, bisa keras seperti telur, bahkan bisa seperti biji kopi yang mempengaruhi lingkungannya saat direbus.
Yang harus kita pegang adalah, kita tak boleh menyerah pada keadaan. Kesulitan dan rintangan pasti akan datang menghadang. Namun, selama memiliki mental positif, kita akan mampu membabatnya dan menjadikan kita seorang pemenang, minimal dalam kehidupan kita.
0 komentar:
Posting Komentar